Articles by "At Tibyan"
Tampilkan postingan dengan label At Tibyan. Tampilkan semua postingan

 


Biografi rawi hadist

Utsman bn Affan, beliau adalah amirul mu’minin, Abu Abdillah, ada yang mengatakan Abu Amr, Utsman bin Affan bin Abi Al ‘Ash bin Umayah bin Abdi Syams bin Abdil Manaf bin Qushoy bin Kilaab  Al Umawiy  Al Qurosy .

Ada yang mengatakan, dahulu pada masa jahiliyah kunyahnya adalah Abu Amr. Ketika Ruqoyyah binti Rasulillah melahirkan Abdullah, maka beliau berkunyah dengan nama tersebut.

Ibunya adalah Arwa binti Kuraizi bin Rabi’ah bin Habib bin Abdi Syams. Beliaun masuk islam diawal islam, melalui sahabat beliau yaitu Abu Bakar beliau mengutarakan keinginannya unruk masuk islam. Kemudian Abu Bakr membawa beliau untuk menemui Rasulullah, dan beliau menucapkan syahadat didepan Rasulullah.

Beliau berhijarah ke Habaysah pada masa islam terpuruk di makkah, dan kembali setelah keadaan mulai sedikit membaik. Dan hijrah ke Madinah bersama rombongan gelombang ketiga kaum muslimin yang berhijrah ke madinah.

Beliau tidak mengikuti perang Badr, karena istri beliau sedang sakit. Dan tidak menghadiri baiatur ridwan, karena beliau diutus Rasulullah untuk menemui Abu Sofyan dan pembesar Kaum Quraisy.

Beliau dijuluki Dzun Nurain, karena beliau menikahi dua putri Rasulullah yaitu Ruqoyyah dan Ummu Kultsum.

Beliau diangkat menjadi khalifah di awal hari bulan muharam tahun 24 H, dan dibunuh pada hari jumat tanggal 18 Dzul hijjah tahun 35 H ada yang mengatakan tanggal 13. Beliau dibunuh oleh Al Aswad  At Tajibiy dari mesir, ada yang mengatakan orang lain dari kelompok orang yang menyerang beliau di rumah beliau sendiri. Dan dimakamkan pada malam sabtu di baqi, beliau wafat pada umur 82 tahun da nada yang mengatakan 88 tahun da nada yang mengatakan 90 tahun. Beliau menjabat menjadi khalifah selama 12 tahun kurang beberapa hari.

Hadist :

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

 

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .

 

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”

Dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Utsman bin Affan, tetapi dalam redaksi yang agak berbeda, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .

“Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”

Dalam dua hadits di atas, terdapat dua amalan yang dapat membuat seorang muslim menjadi yang terbaik di antara saudara-saudaranya sesama muslim lainnya, yaitu belajar Al-Qur`an dan mengajarkan Al-Qur`an. 

Al-Qur`an adalah kalam Allah, sebagai mana zat Allah yang agung dan sempurna. Maka, Al Qur'an pun merupakan kalam yang paling sempurna dan tidak ada kekurangan didalamnya.  

Karena keutamaan yang tinggi inilah, yang membuat Abu Abdirrahman As-Sulami –salah seorang yang meriwayatkan hadits ini– rela belajar dan mengajarkan Al-Qur`an sejak zaman Utsman bin Affan hingga masa Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi.

Hadis ini menunjukkan akan keutamaan membaca Alquran. Suatu ketika Sufyan Tsauri ditanya, manakah yang engkau cintai orang yang berperang atau yang membaca Alquran? Ia berkata, membaca Alquran, karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain”.

Imam Abu Abdurrahman As-Sulami tetap mengajarkan Alquran selama empat puluh tahun di mesjid agung Kufah disebabkan karena ia telah mendengar hadis ini. Setiap kali ia meriwayatkan hadis ini, selalu berkata: “Inilah yang mendudukkan aku di kursi ini”.

Al Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Quran halaman 126-127 berkata: [Maksud dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan kepada orang lain” adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti dan meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan menyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang terbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain.

Pemahaman yang salah!

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 

خيركم من تعلم القرآن وعلمه

 

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya”. (HR. Bukhori).

 

Di antara pemahaman yang salah dalam memahami hadis di atas adalah membatasi golongan manusia yang layak disebut sebagai orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya hanyalah sebatas orang yang mempelajari dan mengajarkan huruf dan lafadz Al-Qur`an, Tajwid dan ilmu Qiro`ahnya semata!  Ini adalah sebuah keyakinan yang salah!

 

Akibat dari meyakini pemahaman yang salah tersebut

Ketika seseorang meyakini keyakinan yang salah ini, maka sangat memungkinkan ia akan merasa cukup bila sudah menguasai ilmu Tajwid dan Qiro`ah atau sudah hafal Al-Qur`an,maka bisa jadi ia akan berhenti ataupun malas dari melanjutkan mempelajari tafsir Al-Qur`an, memahami makna dan penjelasan kandungannya, baik berupa aqidah yang shohihah, ibadah, akhlak karimah serta hukum-hukum Syari’at.

 

Karena ia merasa sudah mengamalkan hadits ini, guna meraih derajat yang terbaik!

 

Tujuan Al-Qur`an diturunkan

Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah telah menjelaskan :

 

فالقرآن الكريم نزل لأمور ثلاثة: التعبد بتلاوته، وفهم معانيه والعمل به

 

“Al-Qur`an itu diturunkan untuk tiga tujuan : beribadah dengan membacanya, memahami makna dan mengamalkannya”

 

Lihatlah, di sini Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah menunjukkan tiga perkara yang menjadi tujuan diturunkannya Al-Qur`an, tentunya ketiga perkara ini sama-sama pentingnya, sama-sama baiknya, sama-sama menjadi tujuan diturunkannya Al-Qur`an!

 

Yang pertama dari tujuan tersebut adalah beribadah kepada Allah dengan membacanya, tentunya membacanya dengan tajwid dan ilmu Qiro`ah,

 

Kedua,  memahami makna atau tafsirnya,

 

Ketiga,  mengamalkannya.

 

Maka -misalnya- ketika seseorang baru meraih salah satu dari tiga perkara itu dengan baik, berarti baru meraih sepertiga dari tujuan diturunkannya Al-Qur`an! Janganlah berhenti sampai di situ saja, teruskan meraih dua perkara yang lainnya.

 

Makna yang benar dari hadits di atas

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullahu setelah membawakan hadits di atas,lalu menjelaskan maknanya  :

 

وتعلم القرآن وتعليمه يتناول تعلم حروفه وتعليمها , وتعلم معانيه وتعليمها

 

Mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya mencakup:

 

Mempelajari dan mengajarkan huruf-hurufnya

Mempelajari dan mengajarkan makna-maknanya

وهو أشرف قسمي تعلمه وتعليمه , فإن المعنى هو المقصود , واللفظ وسيلة إليه ,

 

Yang terakhir inilah (yaitu no.2, pent.) merupakan jenis mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya yang paling mulia,karena makna Al-Qur`an itulah yang menjadi tujuan yang dimaksud, sedangkan lafadz Al-Qur`an  adalah sarana untuk mencapai maknanya.

 

 فتعلم المعنى وتعليمه تعلم الغاية وتعليمها

 

Maka  mempelajari dan mengajarkan makna-maknanya (hakekatnya) adalah mempelajari dan mengajarkan tujuan.

 

وتعلم اللفظ المجرد وتعليمه  تعلم الوسائل وتعليمها

 

sedangkan mempelajari dan mengajarkan lafadz semata (hakekatnya) adalah mempelajari dan mengajarkan sarana

 

 وبينهما كما بين الغايات والوسائل

 

Dan (perbandingan) diantara keduanya seperti perbandingan antara tujuan dan sarana.

 

Kesimpulan :

Mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya mencakup dua macam sekaligus,yaitu : Lafadz dan maknanya. Berarti kedua-duanya sama-sama pentingnya.

Perbandingan keduanya, seperti perbandingan antara tujuan dan sarana. Berarti, jenis yang satu lebih mulia dari yang lainnya.

Mempelajari makna-maknanya dan mengajarkan makna-maknanya (tafsirnya) lebih mulia dari mempelajari huruf-hurufnya dan mengajarkan huruf-hurufnya saja (tajwidnya semata).

Oleh karena itu, pantaslah jika dua orang yang masyhur disebut sebagai pakar Tafsir di kalangan Sahabat,yaitu: Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dan selain keduanya, berpandangan bahwa orang yang membaca Al-Qur`an dengan tartil dan mentadabburi (merenungi) maknanya -walaupun sedikit jumlah Ayat Al-Qur`an yang dibacanya- lebih utama daripada orang yang cepat dalam membaca Al-Qur`an, sehingga banyak jumlah Ayat Al-Qur`an yang dibacanya,namun tanpa mentadabburi maknanya.

 

Di zaman Al-Fudhail rahimahullah pun sudah dijumpai adanya orang yang didalam mengamalkan Al-Qur`an lebih kepada “sebatas membacanya semata”,padahal sesungguhnya mengamalkan Al-Qur`an lebih luas daripada sekedar membacanya saja,karena dalam Al-Qur`an terdapat aqidah, ibadah, mu’amalah dan hukum-hukum Islam yang tertuntut untuk kita amalkan.

 

 Berkata Al-Fudhail rahimahullah menuturkan fenomena yang beliau lihat di masanya :

 

إنما نزل القرآن ليعمل به ، فاتخذ الناس قراءته عملا

 

“Sesungguhnya Al-Qur`an diturunkan untuk diamalkan, namun ternyata ada saja orang yang menjadikan (sebatas) membacanya sebagai sebuah bentuk pengamalannya”,

 

Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafizhahullah setelah membawakan perkataan Al-Fudhail di atas, bertutur :

 

فأهل القرآن هم العالمون به والعاملون بما فيه، لا بمجرد إقامة الحروف

 

“Ahlul Qur`an,mereka adalah orang-orang yang mengetahui maknanya dan mengamalkan isinya,bukan hanya sekedar melafadzkan huruf-hurufnya dengan benar.”

Kisah Atha’ bin Abi Rabah

Sulaiman bin Abdul Malik, Khalifah kaum muslim saat itu sedang bertawaf di Masjdil Haram. Ia bertawaf dengan meninggalkan pakaian agungnya, tanpa alas kaki, tanpa penutup kepala. Hanya memakai pakaian ihram. Tidak ada perbedaan antara dirinya dengan rakyat biasa.

Setelah usai melaksanakan tawaf, sang Khalifah menghampiri seseorang kepercayaannya dan bertanya di manakah keberadaan temannya (Atha’ bin Abi Rabah). Lalu, temannya menjawab, “Di sana, beliau sedang berdiri untuk salat.”

Maka Khalifah diikuti oleh kedua putranya menghampiri tempat yang dimaksud. Saat sampai di tempat yang dimaksud, Khalifah sampai rela duduk bersama banyak orang lainnya untuk menunggu Atha’ selesai salat. Setelah Atha’ menyelesaikan salat, lantas Khalifah langsung menghampirinya dengan mengucapkan salam.

Khalifah bertanya kepadanya perihal manasik haji, rukun-rukunnya, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Atha’ menjawab semua pertanyaan sang Khalifah dan menjelaskan secara terperinci dengan berdasar hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Setelah dirasa cukup dengan pertanyaannya, Khalifah mendoakan agar ia diberi balasan yang lebih baik. Setelah itu, Khalifah undur diri, diikuti oleh kedua putranya untuk menuju tempat sa’i.

Di tengah perjalanan menuju sa’i, kedua putra beliau mendengar seruan seseorang “Wahai kaum muslimin! Tidak ada yang berhak berfatwa di tempat ini kecuali Atha’ bin Abi Rabah. Jika tidak bertemu dengannya hendaknya menemui Abdullah bin Abi Najih.”

Karena sebelumnya anak sang Khalifah tidak mengetahui bahwa yang tadi ia dan ayahnya hampiri adalah Atha’, anak sang Khalifah kemudian menoleh kepada ayahnya dan bertanya mengapa ia dan ayahnya tidak meminta fatwa kepada Atha’ bin Abi Rabah, tapi malah meminta fatwa kepada seorang tua Habsyi dan tidak memberi prioritas kepada ayahnya yang merupakan Khalifah saat itu.

Ayahnya berkata “Wahai anakku, pria yang kamu lihat dan engkau melihat kami berlaku hormat di hadapannya tadilah yang bernama Atha’ bin Abi Rabah. Orang yang berhak berfatwa di Masjidil Haram. Beliau mewarisi ilmu Abdullah bin Abbas dengan bagian yang banyak.”

Kemudian ia melanjutkan “Wahai anakku.. carilah ilmu. Karena dengan ilmu, rakyat bawahan bisa menjadi terhormat. Para budak bisa melampaui derajat para raja.”.

Dengan demikian,siapakah sebaik-baik orang diantara kalian? Jawabannya : Orang yang mengumpulkan kedua macam aktivitas mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk kedalam barisan orang-orang yang terbaik di masyarakat kita, Aamiin.


Disamping gelar Al-Imam, beliau juga menjadat gelar sebagai AlHafiz, Al-Faqih, Al-Muhaddith, pembela As-Sunnah, penentang bid’ah, pejuang ilmu-ilmu agama. Nama lengkapnya adalah Abu Zakariya bin Syaraf bin Mari bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam AnNawawi Ad-Dimasyqi.

Beliau dilahirkan di desa Nawa yang termasuk wilayah Hauran pada tahun 631H. Kakek tertuanya Hizam singgah di Golan menurut adat Arab, kemudian tinggal di sana dan Allah swt memberikan keturunan yang banyak, salah satu diantara adalah Imam Nawawi.

Banyak orang terkemuka di sana yang melihat anak kecil memiliki kepandaian dan kecerdasan. Mereka menemui ayahnya dan memintanya agar memperhatikannya dengan lebih seksama. Ayahnya mendorong sang Imam menghafalkan Al-Qur’an dan ilmu.

Maka, An-Nawawi mulai menghafal Al-Qur’an dan dididik oleh orang-orang terkemuka dengan pengorbanan harus meninggalkan masa bermain-mainnya karena harus menekuni Al-Qur’an dan menghafaznya. Sebagain gurunya pernah melihat bahwa Imam Nawawi bersama anak-anak lain dan memintanya bermain At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran 10 Imam Nawawi bersama-sama. Karena sesuatu terjadi diantara mereka, dia lari meninggalakn mereka sambil menangis karena merasa dipaksa. Dalam keadaan yang demikian itu dia tetap membaca Al-Qur’an.

Demikianlah, sang Imam tetap terus membaca Al-Qur’an sampai dia mampu menghafalnya ketika mendekati usia baligh. Ketika berusia 9 tahun, ayahnya membawa dia ke Damsyiq untuk menuntut ilmu lebih dalam lagi. Maka tinggallah dia di Madrasah Ar-Rawahiyah pada tahun 649H. Dia hafal kitab At-Tanbiih dalam tempo empat setengah bulan dan belajar AlMuhadzdzab karangan Asy-Syirazi dalam tempo delapan bulan pada tahun yang sama. Dia menuntaskan ini semua berkat bimbingan gurunya Al-Kamal Ishaq bin Ahmad bin Usman Al-Maghribi Al-Maqdisi. Dia adalah guru pertamanya dalam ilmu fiqh dan menaruh memperhatikan muridnya ini dengan sungguh-sungguh. Dia merasa kagum atas ketekunanannya belajar dan ketidaksukaanya bergaul dengan anak-anak yang seumur. Sang guru amat mencintai muridnya itu dan akhirnya mengangkat dia sebagai pengajar untuk sebagian besar jamaahnya.

Guru-guru Imam Nawawi

Sang Imam belajar pada guru-guru yang amat terkenal seperti Abdul Aziz bin Muhammad Al-Ashari, Zainuddin bin Abdud Daim, Imaduddin bin Abdul Karim Al-Harastani, Zainuddin Abul Baqa, Khalid bin Yusuf AlMaqdisi An-Nabalusi dan Jamaluddin Ibn Ash-Shairafi, Taqiyyuddin bin Abul Yusri, Syamsuddin bin Abu Umar. Dia belajar fighul hadits pada AsySyeikh Al-Muhaqqiq Abu Ishaq Ibrahim bin Isa Al-Muradi Al-Andalusi. Kemudian belajar fiqh pada Al-Kamal Ishaq bin Ahmad bin usman AlMaghribi Al-Maqdisi, Syamsuddin Abdurrahman bin Nuh dan Izzuddin AlArbili serta guru-guru lainnya.

Imam Nawawi tekun menuntut ilmu-ilmu agama, mengarang, menyebarkan ilmu, beribadah, berdzikir, sabar menjalani hidup yang amat sederhana dan berpakaian tanpa berlebihan.
Para Penerus Imam Nawawi

Tidak sedikit ulama yang datang untuk At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran 11 Imam Nawawi
• Satu pelajaran berkenaan dengan Al-Muhadzdzab oleh AsySyirazi.
• Satu pelajaran berkenaan dengan Al-Jam’u baina Ash-Shahihain oleh Al-Humaidi.
• Satu pelajaran berkenaan dengan Shahih Muslim.
• Satu pelajaran berkenaan dengan Al-Luma’ oleh Ibnu Jana.
• Satu pelajaran berkenaan dengan Ishaahul Mantiq oleh Ibnu Sikkit.
• Satu pelajaran berkenaan dengan Tashrif.
• Satu pelajaran berkenaan dengan Ushulul Figh.
• Satu pelajaran berkenaan dengan nama-nama perawi hadits.
• Satu pelajaran berkenaan dengan Ushuluddin.

Beliau membuat catatan atas semua hal yang berkaitan dengan apa yang dipelajari dengan cara memberi penjelasan atas bagian-bagian yang rumit baik itu dengan memberinya ibarat atau ungkapan yang lebih jelas dan mudah dipelajari, termasuk pula perbaikan dan pembenaran dari segi bahasanya. Beliau tidak mau menghabiskan waktunya kecuali menuntut ilmu. Bahkan ketika beliau pergi ke manapun, dalam perjalanan hingga pulang ke rumah, beliau sibuk mengulangi hafalan-hafalan dan bacaan-bacaannya.

Beliau bermujadalah dan mengamalkan ilmunya dengan penuh warak dan membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh buruk sehingga dalam waktu yang singkat baliau telah hafal hadits-hadits dan berbagai disiplin ilmu hadits. Tidak bisa dipungkiri dia adalah seorang alim dalam ilmu-ilmu Fiqh dan Ushuludin. Beliau telah mencapai puncak pengetahuan madzhab Imam Asy-Syafi’i ra dan imam-imam lainnya. Belaiu juga memimpin Yayasan Daarul Hadits Al-Asyrafiyyah Al-Ulla dan mengajar di sana tanpa mengambil bayaran sedikitpun. Tentu saja Allah swt amat berkenan dengan apa yang beliau lakukan sehingga beliau selalu mendapat dukunganNya sehingga yang jauh menjadi dekat, yang sulit menjadi mudah baginya.

Di samping keahlian itu, beliau juga mendapatkan tiga hal penting:
a) Kedamaian pikiran dan waktu yang luang. Imam rahimaullah mendapat bagian yang banyak dari keduanya karena tidak ada hal-hal duniawi yang menyibukkannya sehingga terlena dalam hal-hal yang tidak bermanfaat.
b) Bisa mengumpulkan kitab-kitab yang digunakan untuk memeriksa dan mengetahui pendapat para ulama lainnya. At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran 12 Imam Nawawi
c) Memiliki niat yang baik, kewarakan dan zuhud yang banyak serta amal-amal sholeh yang bersinar. Imam Nawawi sungguh amat beruntung memiliki semua itu sehingga hasil besar dicapainya ketika beliau baru berusia relatif muda dan dalam waktu yang bisa dikatakan amat singkat yaitu tidak lebih dari 45 tahun, tapi penuh dengan kebaikan dan keberkatan dari Allah swt.

Kitab-kitab yang dipelajarinya dari guru-gurunya antara lain:

Kitab hadits yang enam yaitu Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Nasa’I, Sunan Ibn Majah dan Muwatta’nya Imam Malik, Musnad Asy-Syafi’i, musnad Ahma bin Hanbal, Sunan Ad-Daarimi, Sunan Daruquthi, Sunan Baihaqi, Syarhus Sunan oleh Al-Baghawi dan kitab Ma’alimut Berita dalam tafsir Al-Baghawi juga, ‘Amalul Yaumi Wallailah oleh Ibnu As-Sunni, Al-Jaami’li Aadaabir Al-Qusyairiyah dan Al-Ansaab oleh Az-Zubair bin Bakar serta banyak lagi.

Pribadi Dan Perilaku Imam Nawawi

Imam Nawawi mempunyai penguasaan ilmu yang luas, derajat tekun yang mengagumkan, senantiasa hidup warak, zuhud dan sabar dalam kesederhana hidupnya. Pada waktu yang sama, beliau juga dikenal mempunyai kesungguhan yang luar-biasa dan berbagai kebaikan lainnya. Beliau tidak rela menghabiskan satu menit dalam kehidupannya tanpa ketaatan kepada Rabnya. Beliau mengandalkan kehidupan dari sumbangan atau amal jariyah yang diberikan orang-orang kepada madrasah ArRawahiyah yang dipimpinnya dan dari apa yang diwariskan oleh ibu bapaknya. Sekalipun demikian, kadang-kadang beliau bersedekah dari hartanya yang tidak berlebihan itu.

Beliau banyak memanfaatkan waktu malam hari semata-mata untuk beribadah dan menulis kitab-kitab agama dan tidak lupa menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Sebagai seorang penegak kebenaran, beliau dengan gagah berani menghadapi kedzaliman para penguasa dengan nasihat-nasihat yang bestari dan mengingkari mereka atas pelanggaran yang mereka lakukan sebagai seorang penguasa. Belaiu tidak terpengaruh oleh celaan orang-orang yang mencelanya dalam menegakkan agama Allah swt. Jika tidak mungkin menghadapi mereka secara langsung, beliau akan menulis surat-surat yang ditujukan kepada mereka sebagai media dakwahnya. Beliau senantiasa diliputi ketenangan dan kewibawaan ketika membahas masalah-masalah agama bersama para ulama dengan mengikuti warisan Salafus Sholeh dan Ahli Sunnah wal Jama’ah. Tidak perlu disinggung lagi kalau beliau amat rajin membaca AlQur’an, berdzikir dengan nama-nama Allah Yang Agung (Asmaul Husna), berpaling dari dunia dan memusatkan perhatian dalam urusan-urusan dunia yang memiliki konsekuensi akhirati.

Kitab-kitab Imam Nawawi

Beliau telah menghasilkan banyak kitab, diantaranya:
Syarah Muslim, Al-Irsyad dan At-Taqrib berkenaan dengan segi-segi umum hadits, Tahdzibul Asmaa’wal Lughaat, Al-Manaasik Ah-Shughra dan Al-Manaasik Al-Kubra, Minhajut Taalibin, Bustaanul ‘Arifiin, khulaasahtul Ahkaam fi Muhimmaaatis Sunan wa Qawaa’idil Islam, Raudhatut Taalibiin fii ‘Umdatil Muftiin, Hulyatul Abrar wa Syi’aarul Akhyaar fii Talkhiishid Da’awaat wal Adzkaar yang lebih dikenal dengan nama Al-Adzkaar lin Nawawi dan At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran

Imam Nawawi Meninggal Dunia

Di penghujung usianya, Imam Nawawi bertolak ke negeri kelahirannya dan berziarah ke Al-Quds dan Al-Khalil. Kemudian beliau kembali ke Nawa dan ketika itulah beliau sakit di samping ayah bundanya. Imam Nawawi rahimaullah wafat pada malam Rabu 24 Rajab tahun 676H dan dimakamkan di Nawa. Kuburan beliau sangat terkenal dan selalu diziarahi orang-orang yang mengagumi perjuangannya dalam menegakkan agama Islam. Kepergian sang Imam telah menyebabkan kesedihan tiada terhingga bagi penduduk Damsyiq. Mudah-mudahan Allah swt selalu menganugerahi rahmatNya dan meninggikan derajatnya di syurga.


SUMBER : Syarh At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran, Abdul Qadir Al-Arnauth