Biografi rawi hadist
Utsman bn Affan, beliau adalah amirul mu’minin, Abu
Abdillah, ada yang mengatakan Abu Amr, Utsman bin Affan bin Abi Al ‘Ash bin
Umayah bin Abdi Syams bin Abdil Manaf bin Qushoy bin Kilaab Al Umawiy
Al Qurosy .
Ada yang mengatakan, dahulu pada masa jahiliyah kunyahnya
adalah Abu Amr. Ketika Ruqoyyah binti Rasulillah melahirkan Abdullah, maka
beliau berkunyah dengan nama tersebut.
Ibunya adalah Arwa binti Kuraizi bin Rabi’ah bin Habib bin
Abdi Syams. Beliaun masuk islam diawal islam, melalui sahabat beliau yaitu Abu
Bakar beliau mengutarakan keinginannya unruk masuk islam. Kemudian Abu Bakr
membawa beliau untuk menemui Rasulullah, dan beliau menucapkan syahadat didepan
Rasulullah.
Beliau berhijarah ke Habaysah pada masa islam terpuruk di
makkah, dan kembali setelah keadaan mulai sedikit membaik. Dan hijrah ke
Madinah bersama rombongan gelombang ketiga kaum muslimin yang berhijrah ke
madinah.
Beliau tidak mengikuti perang Badr, karena istri beliau
sedang sakit. Dan tidak menghadiri baiatur ridwan, karena beliau diutus
Rasulullah untuk menemui Abu Sofyan dan pembesar Kaum Quraisy.
Beliau dijuluki Dzun Nurain, karena beliau menikahi dua
putri Rasulullah yaitu Ruqoyyah dan Ummu Kultsum.
Beliau diangkat menjadi khalifah di awal hari bulan muharam
tahun 24 H, dan dibunuh pada hari jumat tanggal 18 Dzul hijjah tahun 35 H ada
yang mengatakan tanggal 13. Beliau dibunuh oleh Al Aswad At Tajibiy dari mesir, ada yang mengatakan
orang lain dari kelompok orang yang menyerang beliau di rumah beliau sendiri.
Dan dimakamkan pada malam sabtu di baqi, beliau wafat pada umur 82 tahun da
nada yang mengatakan 88 tahun da nada yang mengatakan 90 tahun. Beliau menjabat
menjadi khalifah selama 12 tahun kurang beberapa hari.
Hadist :
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ
وَعَلَّمَهُ .
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan
mengajarkannya.”
Dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Utsman bin Affan,
tetapi dalam redaksi yang agak berbeda, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ
الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .
“Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kalian
adalah yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”
Dalam dua hadits di atas, terdapat dua amalan yang dapat membuat seorang muslim menjadi yang terbaik di antara saudara-saudaranya sesama muslim lainnya, yaitu belajar Al-Qur`an dan mengajarkan Al-Qur`an.
Al-Qur`an adalah kalam Allah, sebagai mana zat Allah yang agung dan sempurna. Maka, Al Qur'an pun merupakan kalam yang paling sempurna dan tidak ada kekurangan didalamnya.
Karena keutamaan yang tinggi inilah, yang membuat Abu
Abdirrahman As-Sulami –salah seorang yang meriwayatkan hadits ini– rela belajar
dan mengajarkan Al-Qur`an sejak zaman Utsman bin Affan hingga masa Al-Hajjaj
bin Yusuf Ats-Tsaqafi.
Hadis ini menunjukkan akan keutamaan membaca Alquran. Suatu
ketika Sufyan Tsauri ditanya, manakah yang engkau cintai orang yang berperang
atau yang membaca Alquran? Ia berkata, membaca Alquran, karena Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang
belajar Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain”.
Imam Abu Abdurrahman As-Sulami tetap mengajarkan Alquran
selama empat puluh tahun di mesjid agung Kufah disebabkan karena ia telah
mendengar hadis ini. Setiap kali ia meriwayatkan hadis ini, selalu berkata:
“Inilah yang mendudukkan aku di kursi ini”.
Al Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Quran halaman
126-127 berkata: [Maksud dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan kepada
orang lain” adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti dan
meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan
menyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang
terbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain.
Pemahaman yang salah!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خيركم من تعلم القرآن وعلمه
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur`an
dan mengajarkannya”. (HR. Bukhori).
Di antara pemahaman yang salah dalam memahami hadis di atas
adalah membatasi golongan manusia yang layak disebut sebagai orang yang
mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya hanyalah sebatas orang yang
mempelajari dan mengajarkan huruf dan lafadz Al-Qur`an, Tajwid dan ilmu
Qiro`ahnya semata! Ini adalah sebuah
keyakinan yang salah!
Akibat dari meyakini pemahaman yang salah tersebut
Ketika seseorang meyakini keyakinan yang salah ini, maka
sangat memungkinkan ia akan merasa cukup bila sudah menguasai ilmu Tajwid dan
Qiro`ah atau sudah hafal Al-Qur`an,maka bisa jadi ia akan berhenti ataupun
malas dari melanjutkan mempelajari tafsir Al-Qur`an, memahami makna dan
penjelasan kandungannya, baik berupa aqidah yang shohihah, ibadah, akhlak
karimah serta hukum-hukum Syari’at.
Karena ia merasa sudah mengamalkan hadits ini, guna meraih
derajat yang terbaik!
Tujuan Al-Qur`an diturunkan
Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah telah
menjelaskan :
فالقرآن الكريم نزل لأمور ثلاثة:
التعبد بتلاوته، وفهم معانيه والعمل به
“Al-Qur`an itu diturunkan untuk tiga tujuan : beribadah
dengan membacanya, memahami makna dan mengamalkannya”
Lihatlah, di sini Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah
menunjukkan tiga perkara yang menjadi tujuan diturunkannya Al-Qur`an, tentunya
ketiga perkara ini sama-sama pentingnya, sama-sama baiknya, sama-sama menjadi
tujuan diturunkannya Al-Qur`an!
Yang pertama dari tujuan tersebut adalah beribadah kepada
Allah dengan membacanya, tentunya membacanya dengan tajwid dan ilmu Qiro`ah,
Kedua, memahami makna
atau tafsirnya,
Ketiga,
mengamalkannya.
Maka -misalnya- ketika seseorang baru meraih salah satu dari
tiga perkara itu dengan baik, berarti baru meraih sepertiga dari tujuan
diturunkannya Al-Qur`an! Janganlah berhenti sampai di situ saja, teruskan
meraih dua perkara yang lainnya.
Makna yang benar dari hadits di atas
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullahu setelah membawakan hadits di
atas,lalu menjelaskan maknanya :
وتعلم القرآن وتعليمه يتناول تعلم
حروفه وتعليمها , وتعلم معانيه وتعليمها
Mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya mencakup:
Mempelajari dan mengajarkan huruf-hurufnya
Mempelajari dan mengajarkan makna-maknanya
وهو أشرف قسمي تعلمه وتعليمه , فإن
المعنى هو المقصود , واللفظ وسيلة إليه ,
Yang terakhir inilah (yaitu no.2, pent.) merupakan jenis
mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya yang paling mulia,karena makna
Al-Qur`an itulah yang menjadi tujuan yang dimaksud, sedangkan lafadz
Al-Qur`an adalah sarana untuk mencapai
maknanya.
فتعلم المعنى وتعليمه تعلم الغاية وتعليمها
Maka mempelajari dan
mengajarkan makna-maknanya (hakekatnya) adalah mempelajari dan mengajarkan
tujuan.
وتعلم اللفظ المجرد وتعليمه تعلم الوسائل وتعليمها
sedangkan mempelajari dan mengajarkan lafadz semata
(hakekatnya) adalah mempelajari dan mengajarkan sarana
وبينهما كما بين الغايات والوسائل “
Dan (perbandingan) diantara keduanya seperti perbandingan
antara tujuan dan sarana.
Kesimpulan :
Mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya mencakup dua macam
sekaligus,yaitu : Lafadz dan maknanya. Berarti kedua-duanya sama-sama
pentingnya.
Perbandingan keduanya, seperti perbandingan antara tujuan
dan sarana. Berarti, jenis yang satu lebih mulia dari yang lainnya.
Mempelajari makna-maknanya dan mengajarkan makna-maknanya
(tafsirnya) lebih mulia dari mempelajari huruf-hurufnya dan mengajarkan
huruf-hurufnya saja (tajwidnya semata).
Oleh karena itu, pantaslah jika dua orang yang masyhur
disebut sebagai pakar Tafsir di kalangan Sahabat,yaitu: Ibnu Mas’ud dan Ibnu
Abbas radhiallahu ‘anhuma dan selain keduanya, berpandangan bahwa orang yang
membaca Al-Qur`an dengan tartil dan mentadabburi (merenungi) maknanya -walaupun
sedikit jumlah Ayat Al-Qur`an yang dibacanya- lebih utama daripada orang yang
cepat dalam membaca Al-Qur`an, sehingga banyak jumlah Ayat Al-Qur`an yang
dibacanya,namun tanpa mentadabburi maknanya.
Di zaman Al-Fudhail rahimahullah pun sudah dijumpai adanya
orang yang didalam mengamalkan Al-Qur`an lebih kepada “sebatas membacanya
semata”,padahal sesungguhnya mengamalkan Al-Qur`an lebih luas daripada sekedar
membacanya saja,karena dalam Al-Qur`an terdapat aqidah, ibadah, mu’amalah dan
hukum-hukum Islam yang tertuntut untuk kita amalkan.
Berkata Al-Fudhail
rahimahullah menuturkan fenomena yang beliau lihat di masanya :
إنما نزل القرآن ليعمل به ، فاتخذ
الناس قراءته عملا
“Sesungguhnya Al-Qur`an diturunkan untuk diamalkan, namun
ternyata ada saja orang yang menjadikan (sebatas) membacanya sebagai sebuah
bentuk pengamalannya”,
Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafizhahullah setelah membawakan
perkataan Al-Fudhail di atas, bertutur :
فأهل القرآن هم العالمون به والعاملون
بما فيه، لا بمجرد إقامة الحروف
“Ahlul Qur`an,mereka adalah orang-orang yang mengetahui
maknanya dan mengamalkan isinya,bukan hanya sekedar melafadzkan huruf-hurufnya
dengan benar.”
Kisah Atha’ bin Abi Rabah
Sulaiman bin Abdul Malik, Khalifah kaum muslim saat itu
sedang bertawaf di Masjdil Haram. Ia bertawaf dengan meninggalkan pakaian
agungnya, tanpa alas kaki, tanpa penutup kepala. Hanya memakai pakaian ihram.
Tidak ada perbedaan antara dirinya dengan rakyat biasa.
Setelah usai melaksanakan tawaf, sang Khalifah menghampiri
seseorang kepercayaannya dan bertanya di manakah keberadaan temannya (Atha’ bin
Abi Rabah). Lalu, temannya menjawab, “Di sana, beliau sedang berdiri untuk
salat.”
Maka Khalifah diikuti oleh kedua putranya menghampiri tempat
yang dimaksud. Saat sampai di tempat yang dimaksud, Khalifah sampai rela duduk
bersama banyak orang lainnya untuk menunggu Atha’ selesai salat. Setelah Atha’
menyelesaikan salat, lantas Khalifah langsung menghampirinya dengan mengucapkan
salam.
Khalifah bertanya kepadanya perihal manasik haji,
rukun-rukunnya, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Atha’ menjawab semua
pertanyaan sang Khalifah dan menjelaskan secara terperinci dengan berdasar
hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Setelah dirasa cukup dengan pertanyaannya, Khalifah
mendoakan agar ia diberi balasan yang lebih baik. Setelah itu, Khalifah undur
diri, diikuti oleh kedua putranya untuk menuju tempat sa’i.
Di tengah perjalanan menuju sa’i, kedua putra beliau
mendengar seruan seseorang “Wahai kaum muslimin! Tidak ada yang berhak berfatwa
di tempat ini kecuali Atha’ bin Abi Rabah. Jika tidak bertemu dengannya
hendaknya menemui Abdullah bin Abi Najih.”
Karena sebelumnya anak sang Khalifah tidak mengetahui bahwa
yang tadi ia dan ayahnya hampiri adalah Atha’, anak sang Khalifah kemudian
menoleh kepada ayahnya dan bertanya mengapa ia dan ayahnya tidak meminta fatwa
kepada Atha’ bin Abi Rabah, tapi malah meminta fatwa kepada seorang tua Habsyi
dan tidak memberi prioritas kepada ayahnya yang merupakan Khalifah saat itu.
Ayahnya berkata “Wahai anakku, pria yang kamu lihat dan
engkau melihat kami berlaku hormat di hadapannya tadilah yang bernama Atha’ bin
Abi Rabah. Orang yang berhak berfatwa di Masjidil Haram. Beliau mewarisi ilmu
Abdullah bin Abbas dengan bagian yang banyak.”
Kemudian ia melanjutkan “Wahai anakku.. carilah ilmu. Karena
dengan ilmu, rakyat bawahan bisa menjadi terhormat. Para budak bisa melampaui
derajat para raja.”.
Dengan demikian,siapakah sebaik-baik orang diantara kalian?
Jawabannya : Orang yang mengumpulkan kedua macam aktivitas mempelajari
Al-Qur`an dan mengajarkannya.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk kedalam barisan orang-orang
yang terbaik di masyarakat kita, Aamiin.