Menurut bahasa kata Al Qur’an merupakan mashdar yang maknanya sinonim dengan kata qira’ah (bacaan). Al Qur’an dengan arti qira’ah ini, sebagaimana dipakai dalam ayat 17, 18 surat Al Qiyamah:
إِنَّ عَلَيۡنَا جَمۡعَهُۥ وَقُرۡءَانَهُۥ فَإِذَا قَرَأۡنَٰهُ فَٱتَّبِعۡ
قُرۡءَانَهُۥ
Artinya : “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”
Paling tidak ada lima pendapat para ulama yang menerangkan
pengertian Al Qur’an menurut bahasa ini, yakni:
1)
Al-Lihyani (wafat 355 H) dan kebanyakan ulama mengatakan
bahwa kata Al Qur’an itu adalah lafal mashdar yang semakna dengan lafal
qiraa’atan, ikut wazan fu’lana yang diambil dari lafal: Qira’a-yaqra’u-qiraa’atan
dan seperti lafal: Syakara-syukraana dan Ghafara-Ghufraana dengan arti kumpul
atau menjadi satu. Sebab, huruf-huruf dan lafal-lafal ada kalimat Al Qur’an
yang terkumpul menjadi satu dalam mushhaf.
Dengan demikian, kata Qur’an berupa
Mahmuz yang hamzahnya asli dan “nun”nya zaidah (tambahan). Contohnya seperti
dalam ayat 17-18 surat Al Qiyamah.
2)
Az-Zujaj (wafat 311 H) mengatakan bahwa lafal Al Qur’an itu berupa isim
sifat, ikut wazan fu’lan, yang diambil dari kata: Al Qar’u yang berarti kumpul
pula. Sebab, semua ayat, surat, hukum-hukum, dan kisah-kisah Al Qur’an itu
berkumpul menjadi satu. Al Qur’an
mengumpulkan intisari semua kitab-kitab suci dan seluruh ilmu pengetahuan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam ayat 89 surat An-Nahl dan ayat 38 surat Al An’am:
وَيَوۡمَ نَبۡعَثُ فِي
كُلِّ أُمَّةٖ شَهِيدًا عَلَيۡهِم مِّنۡ أَنفُسِهِمۡۖ وَجِئۡنَا بِكَ شَهِيدًا
عَلَىٰ هَٰٓؤُلَآءِۚ وَنَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ تِبۡيَٰنٗا لِّكُلِّ
شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِينَ ٨٩
“(Dan
ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi
saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri.”
وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي
ٱلۡأَرۡضِ وَلَا طَٰٓئِرٖ يَطِيرُ بِجَنَاحَيۡهِ إِلَّآ أُمَمٌ أَمۡثَالُكُمۚ
مَّا فَرَّطۡنَا فِي ٱلۡكِتَٰبِ مِن شَيۡءٖۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ يُحۡشَرُونَ ٣٨
“Dan
tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami
alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”
3)
Abu Musa Al-Asy’ari (wafat (324 H) mengatakan bahwa lafal
Qur’an itu adalah isim musytaq ikut wazan fu’lan, yang diambil dari kata
al-qarnu seperti dari kalimat: Qarantu Asy-Sya’ia bis Sya’i, yang berarti “Saya
mengumpulkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.” Kitab Al Qur’an dinamakan
demikian, karena ayat-ayat, surat-surat dan huruf-hurufnya berkumpul menjadi
satu dalam mushaf Al Qur’an itu. Jadi, menurut pendapat ini, lafal Qur’an itu
bukan isim mahmuz, sehingga “nun”nya asli, dengan hamzahnya zaidah.
4)
Al-Farra’ (wafat 207 H) mengatakan bahwa kata Al Qur’an itu
berupa isian musytaq ikut wazan fu’lan, diambil dari lafal Al Qura’in, bentuk
jamak dari qarinah yang berarti bukti. Kitab Qur’an dinamakan demikian, karena
sebagiannya membuktikan kebenaran sebagian yang lain. Jadi, menurut pendapat
ini, lafal Qur’an juga bukan isim mahmuz, sehingga hamzahnya zaidah dan
“nun”nya yang asli.
5)
Imam Asy-Syafi’i (wafat 204 H) berpendirian bahwa lafal
Qur’an itu bukan isim musytaq yang diambil dari kata yang lain, melainkan isim
murtajal, yaitu isim yang sejak mula diciptakannya sudah berupa isim alam
(nama), yakni nama dari kitab Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW dan selalu disertai dengan alif lam atau “al”. jadi, bukan isim mahmuz, dan
bukan isim musytaq, serta tidak pernah lepas dari “al” (alif dan lam).
Dari kelima pendapat tersebut, pendapat pertama yang lebih tepat.
Sebab, pendapat pertama tersebut relevan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan
ilmu sharaf, sedangkan empat pendapat yang lain terlepas dari kaidah-kaidah
nahwu dan syaraf serta tidak relevan dengan ungkapan bahasa Arab.
Kata Al Qur’an itu dipindahkan dari makna masdar ini dan dijadikan
sebagai nama dari Kalam Allah yang mu’jiz, yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW. Jadi, kata Al Qur’an adalah dari bentuk mengucapkan masdar, tetapi yang
dikehendaki dari kata maf’ul (yang dibaca).
Menurut istilah, Al Qur’an itu mempunyai arti sebagai berikut:
Pertama, para ahli Ilmu Kalam (teologi Islam) berpendapat,
Al Qur’an adalah kalimat-kalimat yang maha bijaksana yang azali yang tersusun
dari huruf-huruf lafdhiyah, dzihniyah dan ruhiyah atau Al Qur’an itu adalah
lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW mulai dari awal surat Al Fatihah
sampai dengan surat An-Nas, yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang
terlepas dari sifat-sifat kebendaan dan azali.
Kedua, para Ulama Ushuliyyin, fuqaha dan Ulama Ahli Bahasa,
berpendapat bahwa Al Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW mulai awal dari Al-Fatihah sampai akhir surat An-Nas. Di antara
mereka ada yang memberikan definisi Al Qur’an dengan singkat dan padat, yang
hanya dengan menyebutkan satu atau dua identitasnya saja, seperti: “Al Qur’an
adalah Kalam yang dirutunkan kepada Nabi” Dan “Al Qur’an adalah lafal yang
diturunkan kepada Nabi dari awal Surat Al Fatihah sampai surat An Nas.”
Menurut Ali
Ash-Shabuni, Al quran didefinisikan sebagai suatu firman dari Allah Swt.
yang tidak ada tandingannya, diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang
merupakan penutup para nabi dan rasul melalui perantara malaikat Jibril.
Al quran
ditulis pada mushaf-mushaf dan lalu disampaikan kepada kita penerus umat secara
mutawatir. Sementara itu, membaca dan memahami Al quran bernilai ibadah
Menurut Dr. Subhi As-Salih, Al quran
merupakan kalam Allah Swt. yang merupakan mukjizat dan diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, ditulis dalam mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan membacanya bernilai ibadah.
Menurut Syekh Muhammad Khuderi Beik, Al
quran adalah firman dari Allah Swt. yang berbahasa Arab dan diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW untuk dipahami isinya, disampaikan kepada penerus umat secara
mutawatir, ditulis dalam mushaf, diawali dengan surat Al-Fatihah, dan diakhiri
dengan surat An-Naas
Dr. A. Yusuf Al-Qasim memberikan definisi Al Qur’an secara panjang lebar dengan
menyebutkan identitasnya: “Al Qur’an ialah Kalam mu’jiz yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang tertulis dalam mushhaf yang diriwayatkan dengan
mutawatir, membacanya adalah ibadah”
Demikian secara panjang lebar dijelaskan definisi Al Qur’an. Pendefinisian
Al Qur’an tersebut mencakup unsur-unsur yang i’jaz, diturunkan kepada Nabi,
tertulis di dalam mushhaf-mushhaf, diriwayatkan dengan mutawatir dan membacanya
adalah ibadah. Inilah keistimewaan-keistimewaan agung yang membedakan Al Qur’an
dengan kitab-kitab samawiyah yang lain
Post A Comment:
0 comments so far,add yours